Oleh Maltuf A. Gungsuma
1/
temune yang kau wariskan untukku masih
tergantung di belakang gubuk kita, ayah
kenapa kau memilih dipasung bambu?
padahal hujan tidak akan turun walau
ibu pindahkan saudaraku ke liang tanah. tapi, ingat
ibu tidak mampu memainkan catur di keranjangmu
aku girang saat Tuhan cipta kunang-kunang
-dari kuku jemari kakimu
karena purnama masih tenggelam dalam ompolku
2/
bunga sepatu ibu petik dari pagar rumah Tuhan
tidak di waktu sore disematkan pada daun dadaku
mengajariku melipat pelangi di saku merah
-baju putih kusam dipeluk matahari
merangkum hari jadi surat tergulung pada satu noktah
senyum mengembang di hilir sungai di dekat karang itu
aku protes pada Tuhan kenapa ada kabut buram
-di mata ayah tetanggaku
dan kenapa tidak ada puntung rokok di rumahku
3/
aku tersenyum ketika ayah lahir dari rahim ibuku
belajar merangkak pada gedung menyapa langit
menapaki jendela kaca. tanggaku pintu bumi
menghitung jejak yang tersimpan dalam wasiat leluhur
telah lama terkubur bersama sumur-sumur terpasung
cukup aku menerawang menyambut senja
-di tangan malaikat
menjadi raja dimanja dan di haru-biru rakyatnya
Jogja, 2008
Episode
Maltuf A. Gungsuma
PenulisAku hanya seorang lelaki yang menjalani hidup ini dengan sederhana. Sesedarhana tidur untuk menyembuhkan kantuk dan sesederhana senyum untuk menyembunyikan luka. Ibuku pun mengajari, "Jika kau lapar di rantau, Nak, makanlah 1 gorengan dan minumlah yang banyak, niscaya akan kenyang". Ya, sesederhana itu.
0 Comments
0 komentar:
Posting Komentar
Saya bahagia bila Anda bersedia memberi komentar setelah membaca tulisan di atas. Terima kasih.