No Internet, No Happy

by 09.23 0 komentar


Oleh Ahmad Maltup

    Suatu hari sahabatku (anggap saja namanya Tini) menghubungiku untuk menemaninya ke bioskop. Dia memintaku menjemputnya ke kosnya.

    “Kok tumben ngajak aku nonton?” tanyaku di ruang tamu kosnya sebelum berangkat.

    “Aku lagi galau nih, temanin aku ya untuk menghibur diri,” jawabnya dengan suara serak. “Ini ada dua tiket nonton film Cinta Brountasaurus. Nanti aku traktir juga dech…” lanjutnya sambil merajuk manja.

    “Kamu galau? Hahaha,” aku berkelekar meledeknya. Dia tomboy, jadi geli aku mendengar pengakuan galaunya.

    “Ayolah, jangan gitu, aku serius. Aku sedih banget nih. Dua tiket ini sebenarnya aku beli untuk aku nonton bareng dia, tapi dia malah putusin aku.”

    “Aduh, kasian banget tuan putri ini. Hehe ,” aku belum berhenti mencandainya. “Okelah, tapi beneran ditraktir nanti ya…”

    “Tenang aja, akan aku ajak kamu makan di tempat favoritmu,” bujuknya sambil menjentikkan jari.

    “Asyiiiikkkkkk…..”

    Setelah obrolan sebentar itu kami berangkat ke bioskop. Sepanjang perjalanan Tini banyak cerita tentang pacarnya yang pernah dipergokinya selingkuh dengan wanita lain. Sesekali dia sesenggukan menangis dan air matanya menetes ke kemejaku.

    “Tin, aku beli kemeja ini bukan untuk menampung air matamu lho,” candaku.

    Dia lantas tertawa dan mencubitku. Ternyata cubitan wanita cantik kerasa sakit juga ya… Hehe.

    Perjalanan terasa singkat dan kami sampai di bioskop. Tapi memang saya tidak mau menceritakan apa yang terjadi di dalam bioskop, entah tentang cerita dalam filmnya atau suasa di dalam, karena hampir tidak ada yang istimewa, Tini masih merasa murung, malah semakin menjadi-jadi kegalauannya. Yang menarik bagiku saat dia meminjam androidku untuk buka akun fb-nya. Katanya kuota internet punyanya lagi kosong sejak kemarin.

    Aku mendapati dia senyum-senyum sendiri setelah buka fb-nya. Kadangkala dia tertawa terpingkal-pingkal. Sesekali ngetik kata-kata dengan terburu-buru dan tertawa terpingkal-pingkal lagi. Karena aku penasaran, maka aku tanyakan ada apa gerangan.

    “Ini lho ada cowok lucu banget, padahal aku update status galau,” tuturnya menjelaskan. “Dia selalu beri komentar disertai gambar yang lucu-lucu. Coba liat ini nih, lucu kan?”

    Aku melihat apa yang ditunjukkannya. Ya, gambar-gambar itu memang lucu disesuaikan dengan konten komentarnya. Lelaki itu sepertinya berusaha menghibur Tini dengan gambar-gambarnya yang lucu. Akhir-akhir ini memang lagi trend gambar-gambar lucu disertakan dalam sebuah komentar di status jejaring sosial ini. Kebanyakan gambar-gambar itu hasil editan sedemikian rupa untuk memunculkan unsur humornya.

    “Jangan-jangan kamu galau bukan karena putus cinta ya, tapi gak punya kuota internet seharian kemarin? Hahaha,” kembali aku mencandainya.

    Dia tertawa terbahak-terbahak, “Bisa jadi, bisa jadi, no internet no happy..!!” Hmmm, internet memang punya cara tersendiri membuat orang bahagia.

    Nah, itu cerita tentang sahabatku, sekarang aku akan ceritakan tentang diriku sendiri yang LDR dengan pacarku di Sidoarjo.

    Namanya Devy Fransisca, dia pacarku yang kesekian kalinya (hehe). Aku berharap dia yang terakhir bagiku dan akan menemaniku sampai maut memisahkan kami (so swiitttt..). Dia kuliah di salah satu kampus negeri di Surabaya, sedangkan aku kuliah di Jogja. Jurusan yang sama yang membuat kami kenal dan bertemu, yaitu sama-sama jurusan Ilmu Perpustakaan.

    Singkat cerita, kami jadian dan sepakat menjalin pacaran jarak jauh alias LDR. Ya, resiko pacaran jarak jauh sudah jelas; jarang bertemu dan gampang bersitegang dengan kecurigaan pada masing-masing pasangan yang sering muncul. Satu hal yang paling penting dari semua itu adalah saling percaya. Tapi kepercayaan kadangkala sirna ketika tidak saling memberikan perhatian, misal saling berkomunikasi (baik melalui layanan sms atau telfon) atau bertatap muka melalui jaringan internet. Ya, aku seringkali mengajaknya untuk webcaman ketika rindu sudah tidak cukup diobati dengan hanya sekedar mendengar suaranya di telfon.

    Pada mulanya aku mengenalnya lewat FB dan mengajaknya kenalan lebih jauh lagi dengan “jurusan yang sama” menjadi senjata. Ya, aku memintanya tukeran nomer HP dan Pin BB. Sejak saat itu kami inten berkomunikasi baik melalui telfon, WA atau dengan BBM-an ria. Hampir tiada hari tanpa aku menyapanya dan mendengar suaranya yang merdu sampai aku menyatakan kalau aku mencintainya dan diapun menerimaku.

    Entah apa yang ada di benakku waktu itu sampai aku memutuskan untuk menjalin hubungan jarak jauh bersamanya, padahal aku belum pernah melihatnya langsung. Tapi yang pasti aku merasa nyaman ketika ngobrol dengannya di dunia maya, merasa dekat dan merasa dirinya ada dalam jiwaku. Bagaimana tidak, setiap aku bangun tidur dia sudah mengetuk pintu hatiku dengan suaranya yang merdu. Oh, dia selalu menemani hari-hariku; kata-katanya dan suaranya seakan sebuah gumpalan asap yang membentuk tubuh dan wajahnya seraya tersenyum padaku.

    Hari terus berlalu dan cinta kami semakin membuncah dalam hati. Keinginan bertemu terus menghantui tapi kesibukan kami masing-masing tidak memungkinkan hal itu. Maka kami kecanduan webcaman setiap kali kerinduan hanya bisa diobati dengan tatap muka. Memang benar, dengan itu aku bisa melihat langsung senyumnya, rambutnya dan garis-garis indah di wajahnya.

    Pada suatu hari, di akhir bulan Juli 2013 (seringkali mahasiswa perantau menyebut akhir bulan dengan istilah “tanggal tua” hehe), kuota internetku habis sedangkan uangku hanya cukup untuk makan saja. Terpaksa aku tidak beli kuota internet hari itu dan minta maaf pada Devy. Dia memaklumiku tapi aku merasakan kesedihannya dengan suaranya yang parau. Aku berusaha menghiburnya dengan mengirim kata-kata lucu padanya, tapi tetap saja hari itu serasa hambar, sepi dan menggelisahkan. Saat yang menjemukan ketika malam tiba, kesepian menyeruak ke dalam kamar. Aku matikan laptopku, merebahkan badan di atas kasur dan memandangi langit-langit kamar, membayangkan wajahnya ada disana lagi tersenyum padaku. Sangat menyedihkan hanya bisa membayangkan dirinya, padahal bayangan itu hanya sebentar kemudian mengabur dan entah pergi kemana.

    Tiba-tiba hp-ku bunyi, ada pesan masuk dari Devy, “Sayang, besok aku ada rezeki, nanti aku isikan pulsa ke nomermu untuk kuota internetmu,” begitu isi sms-nya.

    “Kenapa harus begitu, sayang?” aku membalas sms-nya.

    “Aku selalu kangen sama kamu, sayang. Aku tidak kuat kalau harus memendam rindu sampai awal bulan.”

    “Aku juga, sayang, bagiku no internet no happy.”

    Tiba-tiba aku teringat pada kakakku di rumah. Dia punya anak perempuan yang masih duduk di kelas 2 SMP, namanya Nia. Ibunya memberikan fasilitas laptop beserta modem padanya. Bahkan telepon genggamnya juga sudah jenis android melebihi punyaku.  Aku mengerti, pasti dia juga merasakan seperti yang aku rasakan; kebahagiaan yang terhingga ketika berselancar ria di sosial media (sosmed), apa lagi ketika berkomunikasi sama orang yang memikat hatinya. Waktu seakan berlalu begitu cepat dan waktu belajarnya pasti akan terganggu.

    Aku seringkali mengingatkan pada kakakku bagaimana mengajarkan berinternet secara sehat pada Nia dan menyarankan untuk selalu mengecek aktivitas Nia di internet. Aku juga mencoba selalu memonitor semua akun jejaring sosmidnya. Ketika ada suatu hal yang tidak wajar mengenai foto yang dia upload dan lelaki asing yang mendekatinya, aku mencoba memberikan nasihat secara halus padanya untuk tidak terlalu percaya pada orang asing yang baru dikenalnya. Aku saja yang sudah dewasa bisa menjalin hubungan tanpa ketemu terlebih dahulu apa lagi dirinya yang baru saja dewasa dengan kondisi yang masih labil. Bisa jadi, dia juga seperti Devy yang mau mengisikan pulsa pacarnya yang belum pernah ditemuinya sama sekali. Sangat ironis kalau misalnya lelaki itu hanya ingin memanfaatkan Nia saja, tidak sepertiku yang benar-benar mencintai Devy (memang realitasnya seperti itu,,hehe).

    “Tapi kamu tidak akan mengecewakanku kan, sayang? Tidak hanya memanfaatkanku?” Devy balas lagi sms-ku seakan-akan mendengar apa yang aku pikirkan sekarang.

    “Iya sayang, aku sungguh mencintaimu dan ingin menjadikanmu istriku. Amiin.” Tutup sms-ku malam ini.

Maltuf A. Gungsuma

Penulis

Aku hanya seorang lelaki yang menjalani hidup ini dengan sederhana. Sesedarhana tidur untuk menyembuhkan kantuk dan sesederhana senyum untuk menyembunyikan luka. Ibuku pun mengajari, "Jika kau lapar di rantau, Nak, makanlah 1 gorengan dan minumlah yang banyak, niscaya akan kenyang". Ya, sesederhana itu.

Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Saya bahagia bila Anda bersedia memberi komentar setelah membaca tulisan di atas. Terima kasih.