Islam dan Liberalisme Ekonomi

by 11.22 0 komentar
(Resensi buku ini telah dimuat di Media Indonesia

INDONESIA telah menyepakati pemberlakuan perdagangan bebas ASEAN-China Free Trade Agreement. Kesepakatan itu melahirkan optimisme sekaligus pesimisme atas membanjirnya produksi China dengan harga yang lebih bersaing di pasaran jika dibandingkan dengan produksi dalam negeri sendiri.Liberalisme ekonomi seharusnya diikuti optimisme pasar. Sebaliknya, rasa pesimisme harus dibuang jauh-jauh karena akan menjadi momok bila tetap dipelihara. Terutama stabilitas ekonomi perbankan harus lebih diintensifkan.

Karena bank mengoperasikan sistem pembayaran serta membeli sebagian obligasi pemerintah. Terbukti, dalam lingkungan seperti itu, aset-aset perbankan cenderung tumbuh lebih cepat daripada perekonomian secara keseluruhan.Apabila yang terjadi adalah krisis perbankan, dampaknya cenderung akan menghantam perekonomian negara-negara berkembang.Buku ini menggambarkan bagaimana globalisasi sistem keuangan telah memberikan kesempatan keuangan Islam menjadi maju dengan pesat. Pada beberapa tahun terakhir ini terjadi semacam penyatuan antara perbankan Islam dan perbankan konvensional.

Dunia keuangan tradisional, yang didominasi perbankan komersial berbasis bunga, secara potensial dapat menimbulkan isu-isu teologis yang menggelisahkan. Dunia keuangan yang baru dikaraterisasikan dengan pengaburan perbedaan antara perbankan komersial dan bidang keuangan lainnya.Bahkan, keuangan Islam telah melakukan modernisasi keuangan di berbagai belahan dunia Islam. Persepsi keuangan Islam di Barat tidak dapat dipisahkan dari persepsi umum terhadap Islam, sebagai sebuah sistem kepercayaan yang ketinggalan zaman, monolitik, dan kaku.Dalam kenyataannya, keuangan Islam merefleksikan keberagaman sebuah agama yang telah bertahan selama 14 abad dan dengan 1,2 miliar pemeluknya yang tersebar di setiap benua.

Institusi keuangan Islam hadir dalam berbagai ukuran dan bentuk. Beberapa di antaranya digerakkan hanya oleh pertimbangan keagamaan, sedangkan yang lainnya menggunakan agama sebagai alat untuk menghindari regulasi.Juga sebagai tameng terhadap intervensi pemerintah, dan sebagai alat perubahan politik, ataupun sekadar menarik nasabah.

Isi buku

Bagian pertama buku ini menjelaskan latar belakang informasi mengenai Islam dan keuangan. Hal tersebut dilakukan untuk menghilangkan prasangka terhadap mitos-mitos mengenai Islam dan keuangan, melakukan napak tilas sejarah evolusi ekonomi dan keuangan Islam, dan juga mekanisme-mekanisme yang dapat menyatukan homo islnmiais dan homo economicus, dan mempertimbangkan perintah agama yang bersinggungan dengan keuangan.

Bagian kedua memperkenalkan dan mendeskripsikan dunia keuangan Islam. Bagian ini melacak kelahiran dan evolusi keuangan Islam modem dan menempatkannya ke dalam konteks politik dan ekonominya yang tepat. Bagian ini juga menjelaskan keberagaman industri ini dengan menganalisis cara-cara yang digunakan berbagai negara yang berbeda-beda dalam memperkenalkan dan berurusan dengan keuangan Islam, juga memberikan sebuah tipologi atas produk-produk keuangan Islam.Bagian ketiga membahas isu dan tantangan yang dihadapi Islam dari lima perspektif yang dapat memberikan gambaran secara luas.Pertama, manajemen, strategi dan kebudayaan, regulasi, politik, dan agama. Kelemahan manajerial dan strategis dapat disembunyikan di balik tirai pernyataan usang yang meyakinkan tentang ideal-ideal spiritual.

Kedua, tantangan ekonomi yang menjadi kesulitan tersendiri dalam menerjemahkan prinsip-prinsip keuangan Islam yang luas dalam kehidupan nyata. Secara lebih spesifik, untuk memberikan kontribusi pada proses pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, pihak bank harus belajar untuk mentrans-formasikan dana tabungan ke dalam investasi riil dan menjalankannya secara efisien, yaitu mentransfor-masikan deposito kecil ke dalam pinjaman yang lebih besar, bertindak sebagai pelaku arbitrase risiko (risk arbitrageurs) untuk investasi-investasi dengan tingkat pengembalian (rates of return) dan tingkat risiko (risk level) yang berbeda-beda serta merencanakan instrumen keuangan yang atraktif.Ketiga, tantangan regulasi yang kerap terjadi pada negara yang mempunyai sistem keuangan ganda-konvesional dan Islam-harus bertarung melawan sebuah dilema. Dengan penekanan terkini di antara para regulator internasional tentang regulasi komprehensif, dapat diajukan sebuah argumen yang kuat terhadap regulator tunggal yang berada dalam posisi Untuk melihat gambaran besar sistem keuangan.

Keempat, isu eratnya jalinan antara uang dan politik bukanlah hal yang mengejutkan jika institusi-institusi keuangan Islam kerap dicurigai mempunyai agenda politik, baik dalam lingkup domestik maupun secara internasional. Isu-isu yang penting untuk dibahas adalah apakah hal tersebut merupakan hasil yang dimaksudkan dari pendirian Faisal Islamic Bank? Dan apakah skenario semacam itu dapat direplikasi di negara-negara lainnya?Kelima, keberagaman keagamaan menjadi tantangan tersendiri bagi bank Islam yang menguntungkan sekaligus menjadi malapetaka bila tidak dihadapi dengan serius.Pada satu sisi, hal tersebut memberikan fleksibilitas dan mengindikasikan bahwa institusi dan produk Islam yang baru diterima lebih cepat. Hal tersebut juga mengundang keraguan atas validitas keagamaan. Beberapa keputusan tertentu menyebabkan semakin sulit menemukan sebuah konsensusa.

Lepas dari segala permasalahan tersebut, buku ini telah berusaha memperkenalkan gambaran yang lebih komplit dari keuangan Islam dari berbagai segi yang dimilikinya. Selain itu, mengindikasikan ekonomi moral, dan membahas isu-isu akrual. Apa yang disajikan dalam buku terjemahan ini diharapkan bisa membantu menghadapi tantangan ACFTA di Indonesia.Karena ACFTA sendiri sudah terlanjur disepakati pada 1 Januari 2010. Maka keberadaannya sudah sepantasnya bukan lagi dirundingkan lagi atau re-traktif, melainkan dengan memperbaiki infrastruktur, memberikan berbagai efisiensi dan daya saing, terutama perusahaan manufaktur yang dianggap paling rawan. (M-8)

Maltuf A. Gungsuma

Penulis

Aku hanya seorang lelaki yang menjalani hidup ini dengan sederhana. Sesedarhana tidur untuk menyembuhkan kantuk dan sesederhana senyum untuk menyembunyikan luka. Ibuku pun mengajari, "Jika kau lapar di rantau, Nak, makanlah 1 gorengan dan minumlah yang banyak, niscaya akan kenyang". Ya, sesederhana itu.

Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Saya bahagia bila Anda bersedia memberi komentar setelah membaca tulisan di atas. Terima kasih.